Publik Diimbau Tak Terprovokasi Isu Penolakan Gelar Pahlawan Soeharto

Jakarta – Pemerintah kembali menegaskan pentingnya kedewasaan publik dalam merespons pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Penganugerahan ini dilakukan pada peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025, melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/2025, dan menjadi momentum penting bagi bangsa untuk menghormati jasa tokoh yang telah berkontribusi besar terhadap keutuhan nasional, stabilitas politik, serta pembangunan ekonomi.

Meski sempat muncul seruan penolakan, pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memecah persatuan. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa pro dan kontra merupakan bagian dari aspirasi publik dalam negara demokrasi, namun publik perlu menempatkan kepentingan nasional di atas perbedaan pendapat.

“Mari kita melihat yang positif, melihat yang baik, dan menghargai jasa para pendahulu,” ujar Hadi.

Prasetyo Hadi menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional dilakukan secara profesional melalui proses verifikasi Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Ia meminta masyarakat menanggapi kebijakan ini dengan objektif dan bijaksana, serta menghormati para pemimpin bangsa terdahulu.

“Marilah kita arif dan dewasa sebagai bangsa, menghormati dan menghargai jasa-jasa para pendahulu,” tegasnya.

Dukungan serupa disampaikan Ketua Dewan Gelar, Fadli Zon, yang menegaskan bahwa penobatan Soeharto telah melalui proses panjang, mulai dari tingkat daerah hingga pemerintah pusat, termasuk uji publik yang serius. Ia menekankan, jasa Soeharto dalam stabilitas ekonomi, pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, serta peran dalam menjaga kedaulatan negara sangat layak mendapat penghargaan.

“Tidak ada bukti yang membenarkan dugaan keterlibatan beliau dalam kasus korupsi maupun pelanggaran HAM berat,” jelas Fadli Zon.

Data survei dari Lembaga KedaiKOPI dan Intelligence and National Security Studies (INSS) menunjukkan lebih dari 80 persen masyarakat mendukung penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Fakta ini memperkuat posisi pemerintah bahwa penghargaan tersebut mencerminkan kehendak rakyat dan menjadi pengakuan resmi atas jasa besar Soeharto dalam pembangunan bangsa.

Anggota DPR RI sekaligus tokoh publik, Nurul Arifin, turut menyampaikan apresiasi terhadap langkah pemerintah. Ia menekankan bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto merupakan wujud pengakuan atas kontribusi nyata beliau dalam membangun Indonesia. Nurul mengingatkan masyarakat untuk menanggapi peristiwa ini dengan kepala dingin dan tidak terprovokasi oleh isu penolakan yang bersifat politis.

“Penghargaan ini bukan hanya simbol penghormatan, tetapi juga pengingat akan pentingnya kesinambungan pembangunan bangsa. Mari kita hargai jasa para pemimpin terdahulu dengan dewasa dan bijaksana,” ujar Nurul.

Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar ini kepada Soeharto di Istana Negara. Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan, diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk meneladani dedikasi dalam membangun Indonesia.

Pemerintah menekankan bahwa masyarakat tidak perlu terprovokasi isu penolakan yang muncul, karena penganugerahan ini dilakukan secara sah, profesional, dan mendasar pada kontribusi nyata bagi bangsa.

Pemerintah mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga ketertiban, menghormati keputusan resmi negara, dan menempatkan persatuan nasional di atas perbedaan pendapat.

Dengan sikap arif dan dewasa, penghargaan terhadap Soeharto akan menjadi momentum untuk memperkuat rasa kebangsaan, sekaligus mendorong generasi muda memahami pentingnya kontribusi setiap pemimpin dalam perjalanan sejarah Indonesia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top